Rabu, 07 Maret 2012

Sail Takabonerate Dipastikan Berjalan Sukses & Lancar



Penyelenggaraan Sail Takabonerate sebagai pengganti nama kegiatan Takabonerate Island Expedition yang dijadwalkan akan berlangsung pada medio bulan November 2012 mendatang, kata Kepala Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Kepulauan Selayar, Andi Mappa Gau, SE,  dipastikan akan jauh lebih sukses dengan dukungan kematangan persiapan tuan rumah penyelanggara.
Indikator tersebut sangat jelas terlihat dari mulai tingginya tingkat partisipasi dan peran serta masyarakat lokal Kabupaten Kepulauan Selayar dalam menyukseskan pelaksanaan kegiatan Takabonerate Island Expedition III yang dipusatkan di Pulau Jinato, Kecamatan Takabonerate, beberapa waktu lalu.
Terbukti, menjelang datangnya tamu-tamu kabupaten, masyarakat tampak sangat antusias dalam melakukan kegiatan penyambutan dan penerimaan tamu-tamu undangan di masing-masing rumah yang telah ditunjuk panitia sebagai tempat transitnya para tamu.
Kesibukan masyarakat lainnyan juga sangat kontras terlihat pada persiapan pemasangan baliho dan umbul-umbul di sepanjang jalan menuju lokasi pusat acara maupun kesibukan persiapan pembuatan konsumsi yang sedianya akan dihidangkan kepada para tamu dan peserta Takabonerate Island Expedition III.
Tingkat perbandingan partisipasi dan peran serta masyarakat Desa Jinato selaku tuan rumah penyelenggara Takabonerate Island Expedition III dinilai Mappagau, tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa Rajuni yang satu tahun sebelumnya juga pernah diamanahi sebagai tuan rumah penyelenggara Takabonerate Island Expedition II, tandas mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Pemkab Kepulauan Selayar ini. (fadly syarif)    
   



Sabtu, 03 Maret 2012

Peringatan Maulid Dusun Gojang Selatan Dimeriahkan Kehadiran Pejabat Kabupaten


             Meski tidak disertai oleh rangkaian tradisi Rate’ dan Panggarra’ Pandang, namun, peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1433 tingkat Dusun Gojang Selatan, Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai tetap berlangsung dalam suasana hikmad dan penuh kesedeharnaan di bawah tenda biru yang membungkus lapangan bulutangkis Dusun Gojang Selatan.
Acara kali ini dihadiri Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. H. Andi Langke, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Drs. H. Eddy Sujarman yang didampingi Kepala Bidang Anggaran PPK Asda, Drs. Moesdiono, Camat Bontomanai yang diwakili Sekretaris Camat, Asmar Sugianto, S.Stp dan Kepala Terminal Regional Bonea, Abd. Wahab.
Selain pejabat tersebut di atas, turut hadir anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. Muh. Askin, Kepala Desa Bonto Koraang, Hikmaluddin, didampingi Ketua BPD Bontokaraang, Muh. Ridwan, bersama segenap kepala dusun dalam wilayah Desa Bontomarannu dan Bonto Koraang dan sejumlah tokoh masyarakat, agama dan alim ulama di wilayah itu, termasuk diantaranya, imam Desa Bontomarannu, Iskandar.

Hikmah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1433 H di tingkat Dusun Gojang Selatan kali ini diisi Sekretaris Bappeda Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. H. Andi Langke. Kendati tak ada protokoler kabupaten yang mengendalikan jalannya kegiatan. Akan tetapi, acara tetap berlangsung tertib tanpa diwarnai oleh sedikitpun kekurangan dengan kehadiran Master Of Ceremony dari Unsur Kementrian Agama Kabnpaten Kepulauan Selayar, Agus dan Pembaca Ayat Suci Al Qur’an yang diantarkan Qari’ah, Nur Samsurya.     
Ketua panitia pelaksana yang dibawakan oleh Kepala Dusun Gojang Selatan dalam laporanya menyatakan, perayaan maulid di tingkat Dusun Gojang Selatan adalah maulid kali pertama yang dilaksanakan semenjak berdirinya, atas kesepakatan masyarakat yang sebelumnya dilaksanakan secara tradisional.
Sementara itu, Camat Bontomanai yang diwakili Sekretaris Camat, Asmar Sugianto menandaskan, pemerintah kecamatan memberikan apresiasi positif terhadap pelaksanaan maulid yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Gojang Selatan.
Pada kesempatan yang sama, mewakili pemerintah kecamatan dan segenap warga masyarakat, dia tak luput menyampaikan ucapan dan penghargaan tak terhingga kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar.
Menyusul telah rampungnya pelaksanaan proyek pembangunan jalan beraspal hotmix yang manfaatnya mulai banyak dirasakan masyarakat Dusun Gojang Selatan dan desa-desa lain di sekitarnya, termasuk  mulai direalisasikannya pemasangan bentangan jaringan kabel PLN di sepanjang wilayah Kecamatan Bontomanai
Meski hal tersebut diakuinya, tak lepas dari peran serta dan kesadaran masyarakat untuk menebang tanaman pohon peliharaannya untuk memperlancar pemasangan jaringan kabel tersebut.
Tanpa dibarengi kesadaran, program pemasangan jaringan kabel yang dikerjakan pemerintah kabupaten, tidak akan pernah terealisasi dan terwujud menjadi sebuah kenyataan.
Disamping, hal tersebut adalah merupakan bentuk amal jariyah bagi masyarakat yang dengan penuh kesadaran, telah rela menebang pohon peliharaannya untuk pemenuhan kepentingan masyarakat umum di wilayah Kecamatan Bontomanai.
Dia berharap, peringatan maulid kali ini bukan hanya sekedar seremonial, tetapi masyarakat diharapkan untuk sedapat mungkin, mengambil hikmah yang tersirat di balik makna peringatan maulid.
Selain masyarakat juga diharapkan dapat semakin mempererat jalinan tali kebersamaan, kerjasama dan kekompakan di dalam kehidupan bermasyarakat, terutama untuk mendukung terciptanya masa depan pembangunan yang jauh lebih baik di era yang akan datang, cetus Asmar diakhir sambutanya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. H. Andi Langke, saat tampil membawakan hikmah maulid. Dia berpesan, agar masyarakat dapat senantiasa membangun kebersamaan yang dilandasi nilai-nilai kesepahaman dan komitmen dalam rutinitas kesehariannya.
Terkait kelancaran pemasangan jaringan kabel listrik PLN yang akan dibentangkan pemerintah kabupaten, Andi Langke mengingatkan masyarakat untuk tidak semata-mata memikirkan kepentingan pribadi-pribadi dengan tetap bersikeras untuk tidak merelakan tanaman piaraannya dipangkas pemerintah.
Pasalnya, pembangunan jaringan listrik PLN, akan turut dinikmati manfaatnya oleh anak-cucu masyarakat Kepulauan Selayar di belakang hari. Dimana, pada saat bersamaan, masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, akan mengucapkan selamat tinggal pada penerangan lampu minyak tanah, dan mesin diesel putar yang banyak menyita tenaga dan energi, ujar Andi Langke menandaskan.(fadly syarif)           
   

   

Jumat, 02 Maret 2012

Pagelaran Tradisi Maulid Pangngarra’ Pandang Antara Budaya & Daya Tarik Wisata


Kekayaan dan kebesaran khasanah budaya Kabupaten Kepulauan Selayar kembali ditonjolkan dalam serangkaian kegiatan Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1433 H di daerah ini yang digelar dalam bentuk tradisi Maulid Panggarra’ Pandang.
Sebuah tradisi turun temurun yang telah mulai ditumbuh kembangkan oleh masyarakat Dusun Kaburu, Desa Kaburu, Kecamatan Bontomanai sejak saat pertama kali masuknya syiar Islam ke Kabupaten Kepulauan Selayar.
Tak heran, bila tradisi rate yang memeriahkan peringatan Maulid Panggarra Pandang di Desa Kaburu, sedikit banyak mengalami perbedaan lirik dengan rate yang digelar di desa lainnya.
Sebab liriknya, masih merupakan warisan murni budaya Gantarang Lalang Bata sebagai pusat awal berkembangnya syiar agama Islam  di Kabupaten Kepulauan Selayar. Meski pada akhirnya, lirik rate ini mulai banyak dirubah oleh warga masyarakat di kampung lain.
Terlebih lagi, setelah masuknya salah seorang penyebar agama Islam bergelar Saiyed yang selanjutnya tinggal mendiami Desa Parak dan mulai menumbuh kembangkan tradisi barasanji ini.
Perayaan Maulid Panggarra Pandang ini tak lebih dari sekedar budaya warisan leluhur yang prosesinya tak pernah lepas dari iringan lantunan lagu-lagu pujian dalam bentuk tradisi barasanji yang turut dimeriahkan oleh dua buah alat musik bantu tradisional berupa rebab.
Selain juga, terdapat sedikitnya lima buah kitab barasanji yang merupakan pedoman bagi para pelaku baransi, tatkala sedang melantunkan lagu-lagu pujian kepada Rasulullah SAW sebagai nabi panutan terakhir sepanjang masa.
Kelima kitab barasanji tersebut sengaja diletakkan diatas alas bantal sebagai simbol penghormatan Ummat Islam terhadap kitab berisi puji-pujian kepada Rasul panutan sepanjang zaman itu.
Sementara itu, dibelakang kelompok pelaku barasanji duduk 19 orang remaja berusia belia dan beberapa orang remaja putra yang bertindak sebagai pelaku Panggarra’ Pandang yang sekaligus menjadi pelengkap kehadiran 20 orang pelaku barasanji yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan alim ulama di kampung tersebut. 
Sedang di tengah lingkaran pelaku barasanji terlihat penempatan dua buah baki bundar berisi pisang susu atau yang dalam dialek bahasa Selayar, kerap diistilahkan dengan sebutan loka dadi’. Sedangkan, baki kedua diisi dengan songkolo beras ketan putih yang ditutup dengan penutup plastik, berikut  selembar kain putih di atasnya.
Kedua makanan tradisional yang diletakkan tepat ditengah-tengah lingkaran pelaku barasanji dengan beralas baki ini selanjutnya akan disajikan kepada kelompok pelaku barasanji dan tamu-tamu undangan lain, setelah ditamatkannya pembacaan barasanji (sarakah) yang biasanya baru berakhir pada pukul 04.00 subuh.
Sajian makanan tradisional seperti ini biasanya disuguhkan bersamaan dengan teh atau kopi maupun kue-kue tradisional Kabupaten Kepulauan Selayar lainnnya, semisal : kue tolobang rampa, pawa dan kue bolu.
Acara peringatan maulid seperti ini, biasanya diselenggarakan selama dua hari. Dimana hari kedua adalah merupakan acara puncak atau inti dari seluruh rangkaian acara sebelumnya. Kegiatannya sendiri, digelar sekira pukul 16.00 wita, atau ba’da shalat Ashar.
Di hari kedua, acara kembali diawali dengan tradisi A’rate dengan mengalunkan lagu-lagu pujian terhadap Rasulullah SAW yang rutin diperingati hari kelahirannya pada setiap bulan Maulid.
Dalam prosesi A’rate untuk hari kedua, pelaku barasanji tinggal akan menamatkan bacaan jus pertama kitab barasanji atau yang bagi masyarakat lokal setempat, kerap diistilahkan dengan bacaan sarakah.
Pada saat bersamaan, Jamaah pelaku barasanji akan berdiri dengan posisi berbanjar atau memanjang untuk melakukan penamatan bacaan atau yang  dalam istilah Arabnya disebut “Peho”.
Berbeda dengan rangkaian acara sehari sebelumnya, pada acara puncak semua jenis makanan tradisional seperti songkolo beras ketan putih dan songkolo beras ketan hitam akan dihadirkan lengkap di dalam ruangan masjid dalam bentuk kemasan bakul dan keranjang berbahan baku anyaman bambu.
 ratusan telur hias yang pada bahagian ujung atasnya dipajang selembar uang kertas pecahan seribu rupiah. Berikutnya, dihadirkan pula ilustrasi kubah Masjid bersusun dua dengan pernak-pernik baju kaos dan makanan ringan yang menggelantung pada bagian bawahnya.
Sebagai pelengkap kemeriahan acara inti, masyarakat setempat juga tak luput menghadirkan puluhan sisir pisang punu’ atau yang dalam dialek bahasa Selayar akrab diistilahkan dengan sebutan loka punu’. Pisang-pisang ini diletakkan di dalam wadah puluhan biji baki bundar.    
Tak hanya pisang, kemeriahan acara inti juga turut diwarnai dengan kehadiran buah mangga dan buah nanas. Berikut, kehadiran lima unit rumah-rumah hias yang diisi dengan pisang punu, songkolo, kue tolobang, rokok gudang garam merah, dan korek api.
Serta tidak ketinggalan pula, perlengkapan dupa dan lilin yang tepat diletakkan di bagian kolongnya. Menurut tokoh adat kampong itu, H. Baso Daeng, konon ritual semacam ini adalah simbol penghormatan masyarakat Dusun Kaburu terhadap para leluhur pendahulunya yang lahir bertepatan dengan masa kedikjayaan Agama Hindu dan Budha. 
Sebagai rangkaian acara penutup, digelar pula pengguntingan rambut balita secara bergiliran oleh para pelaku barasanji dibantu oleh kedua orang tua balita bersangkutan yang berputar dengan menenteng baki berisi dupa dan lilin menyala di sekitarnya.
Usai pengguntingan rambut, acara disusul rebut merebut songkolo dan telur hias oleh anak-anak dan para ibu rumah tangga yang turut hadir  menghadiri acara tersebut. (*)


Semalam Suntuk Mengungkap Tabir Sejarah Melalui Tradisi Maulid Pangngarra Pandang


Berangkat dari rasa penasaran untuk mengetahui seluk beluk sejarah pagelaran Tradisi Panggarra Pandang di Kabupaten Kepulauan Selayar, selama semalaman suntuk, wartawan media ini mencoba mengikuti seluruh prosesi yang menyertai kegiatan yang telah menjadi tradisi turun temurun di kalangan masyarakat Dusun Tenro, Desa Bontolempangang, Kecamatan Buki tersebut.
Bagaimana dan apa saja rangkaian acara sesunggunya ??
Berikut , laporan lengkap fadly syarif, langsung dari Dusun Tenro, Desa Bontolempangang.
Keanekaragaman khasanah budaya Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan merupakan sebuah realita yang tak dapat dipungkiri keberadaannya.  Hal tersebut kembali dibuktikan pada penyelenggaraan Peringatan Maulid Nabi Besar  Muhammad SAW 1433 di Dusun Tenro, Desa Bontolempangang, Kecamatan Buki yang begitu banyak menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan perayaan maulid di desa-desa lain di dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar.
Dikatakan demikian, sebab kegiatan peringatan Maulid Panggara’ Pandang yang biasanya dipusatkan di dalam areal masjid, malah sebaliknya dipusatkan di tempat terbuka, tepatnya di pelataran Baruga Sayang, Desa Bontolempangang.
Selain lokasi kegiatan yang tidak terpusat di dalam ruangan masjid, prosesi budaya maulid panggarra pandang kali ini tampak sangat jelas menunjukkan perbedaan dengan terjadinya pemisahan tempat antara pelaku rate’ atau pelaku barasanji dengan pelaku panggarra pandang yang terdiri dari 20 orang gadis berusia belia antara sebelas sampai lima belas tahun ke atas.
Bila pelaku barasanji berada di dalam gedung baruga sayang, sebaliknya pelaku panggarra pandang sengaja ditempatkan di areal pekarangan baruga yang duduk beralaskan tenda plastik berwarna biru.
Para pelaku panggarra pandang ini duduk berderet memanjang dari utara ke selatan dengan mengenakan beraneka ragam jenis pakaian adat sulsel, mulai dari baju bodo sampai pakaian la’bu.
Sementara itu, di depan mereka duduk lima orang pria remaja yang didudukkan sebagai patanra’, lengkap dengan busana kopiah dan sarung yang menutupi tumit mereka sebagai simbol penghargaan kaum pria terhadap remaja putri yang berada dihadapan mereka.
Ditangan mereka tampak dan sebatang kayu berlubang kecil yang merupakan salah satu alat bantu pelengkap sempurnanya prosesi budaya panggarra pandang di wilayah itu. Pemandangan berbeda juga tampak terlihat di dalam ruangan gedung baruga sayang yang diwarnai dengan kehadiran dua puluh orang tokoh masyarakat, tokoh adat, alim ulama yang dihadirkan sebagai pelaku rate’ atau pelaku barasanji.
Mereka didudukkan dalam dua kelompok yang diistilahkan dengan penghafal kitab barasanji. Ditengah lingkaran pelaku barasanji, tampak dihadirkan pula empat buah kitab barasanji beralaskan bantal yang merupakan pedoman dasar bagi para pelantun syair-syair barasanji dalam menamatkan bacaan sarakah setebal kurang lebih tujuh puluh satu halaman yang turut dimeriahkan dengan iringan alat musik rebab.
Di luar kitab barasanji dan alat musik rebab, tampak sebatang lilin putih, berikut baki bundar tertutup selembar kain putih yang isi dalamnya berisi pisang susu atau yang dalam dialek bahasa Selayar kerap diistilahkan dengan sebutan loka dadi.
Selain itu, terdapat pula setumpuk potongan tebu dan songkolo beras ketan putih yang turut menjadi pelengkap kemeriahan acara puncak Peringatan maulid panggarra pandang tingkat Dusun Tenro tahun 2012.
Satu hal lain yang juga tampak berbeda, sebab dalam penyelenggaraan acara tersebut sama sekali tidak terlihat adanya dupa ataupun kemenyam di tengah lingkaran pelaku barasanji.
Tokoh warga masyarakat Dusun Tenro bernama Baso D menuturkan, “Budaya rate’  tumbuh pertama kali, saat Rasulullah SAW hijrah meninggalkan tanah mekah menuju Madinah  Pada saat bersamaan, kedatangan Rasulullah SAW bersama pasukannya langsung dijemput oleh sedikitnya 44 orang anak darah”.
Anak darah inilah yang kemudian bertugas melakukan prosesi pembersihan dan pencucian senjata pasukan Nabi Besar Muhammad SAW.  Tanpa ada yang menyadari, hari kedatangan Rasulullah SAW ke tanah Madinah  hari itu, ternyata ertepatan dengan hari kelahirannya yang untuk kali  pertama itu pula di peringati dengan melantunkan lagu sarakah.
Penamaan Sarakah sendiri diambil dari nama salah seorang yang sangat memusuhi Rasulullah SAW bersama pasukan pengikutnya. Hingga pada suatu hari, sarakah tiba-tiba terjatuh, saat dirinya berusaha lari dari kejaran pasukan Rasulullah SAW.
Melihat peristiwa tersebut, Rasulullah SAW dengan sikap arif dan bijaksana datang membangunkan Sarakah. Atas dasar pemikiran tersebut, dilarang ataupun tidak oleh organisasi Muhammadiyah, masyarakat Dusun Tenro tetap bersikukuh untuk melestarikan budaya rate’ dan budaya dinging-dinging.
Pria berusia paruh bayah kelahiran tahun 1923 silam ini menuturkan, budaya rate pertama kali masuk ke Dusun Tenro, pada saat datangnya penyebar agama Islam pertama ke tanah Selayar yang dikenal dengan sebutan Datu Ri Bandang.
Pada saat itu, kampung Tenro diperintah oleh seorang pemimpin yang enggan menyebutkan nama dan jati dirinya sampai dia tutup usia. Setelah mangkat, kepemimpinannya kemudian dilanjutkan oleh keturunannya.
Baru belakangan, pemerintahan di kampung Tenro dipegang oleh orang yang bukan keturunan dan tidak memiliki pertalian darah dengan sang raja. Sosok pemimpin asal Kabupaten Gowa ini selanjutnya digelar dengan sebutan Opu Bakka Tenro.
Nama Opu Bakka Tenro, kemudian diabadikan oleh masyarakat setempat sebagai nama jalan, bersama nama lain, yakni Krg. Langkasa, jelas Baso kepada wartawan belum lama ini.(fadly syarif)